welcome to my world...

hi friends.. thanks for visiting my blog.. i just want to share my stories, i love writing, i like write about friendship, so more of my stories are about friendship....

friendship is a part of our life,,, we can't life without friends,, we need a friend, we need friendship and we will be happy when we gathering with our friends.....

love love love...

i love my friends,, i love you all

thanks

<3 nda octavria <3

Minggu, 02 Oktober 2011

Perjuangan

Jari jemari anak itu dengan lincah memainkan pena di atas kertas berwarna pink nan halus. Sesekali dia mengetuk-ngetukan penanya ke kepalanya, menandakan dia berfikir. Matanya menerawang, alis matanya yang lentik terlihat cantik bermain-main saat mata bulat nan jernih itu terpejam dan membuka,, sesekali dia memutar-mutar penanya. Menghela nafas panjang dan meremas-remas kertas pink itu dengan rasa kesal.
“kok diremas lagi?” kataku seraya menghampirinya.
“aku kesal kak, kenapa aku gak pernah bisa menulis dengan bagus” keluh adik kecilku yang sudah lama ini menulis surat untuk idolanya.
“maksud kamu, gak bagus gimana?coba kakak lihat” ucapku, memungut kertas yang telah ia lemparkan ke tong sampah di samping meja belajarnya.
“kakak lihat kan? tulisanku tak pernah rapi, tak pernah bisa dimengerti orang” balas adikku, lalu dia pergi, menjalankan kursi roda otomatisnya sendiri.
**
Ya, adikku cacat, dia menjadi cacat semenjak kecelakaan maut itu terjadi. Dulu, keluarga kami amat sangat bahagia, ayah, ibu, kakak laki-laki kami, aku dan adik kecilku. Semua lengkap, tak pernah sekalipun kami merasa kekurangan.
Tapi tragedy yang tak kami inginkan ini terjadi. Saat kami sekeluarga berlibur, mobil yang kami tumpangi bertabrakan dengan mobil lain, kala itu, kakak kami fendy yang menyetir, dia duduk di depan bersama ayah, karena kami bahagia, kami semua bergurau dan tertawa riang, tanpa memperhatikan jalanan yang berkelok-kelok dan begitu licin. Kakak kami kehilangan kendali saat akan menghindari truk di depannya, mulanya mobil kami menabrak pembatas jalan, lalu oleng ke kanan sehingga menabrak mobil lain, ibu yang duduk di jok tengah bersama adikku terpental, dia mencoba melindungi adikku, adikku terjepit badan mobil, sehingga membuatnya cacat, dia tak bisa lagi berjalan, bahkan tangan kanannya pun tak dapat lagi berfungsi normal, dia harus bersusah payah menggunakan tangan itu dengan rasa sakit yang luar biasa. Ayah, ibu, dan kakak kami meninggal. Ibu meninggal saat itu juga, sedangkan ayah dan kakak meninggal saat di mendapatkan pertolongan dirumah sakit.
Kadang aku merasa marah pada Tuhan, kenapa dia memilihku untuk hidup, aku menyesal saat itu aku duduk di jok paling belakang, hanya aku satu-satunya korban yang tidak terluka parah, aku  dapat hidup normal dan mengejar cita-citaku, sedangkan adikku? Aku selalu merasa kasihan padanya, aku ingin sekali mengulang kejadian itu, aku ingin duduk disamping adik dan ibu, agar aku bisa menggantikan adik atau ibu, tapi apa mau dikata, takdir Tuhan berkata lain, aku satu-satunya pengharapan bagi keluarga ini, tak ada lagi ayah, ibu atau kakak, yang biasa memanjakan kami. Kini akulah kekuatan untuk adikku, dan pengharapan ayah dan ibu yang ada di surga.
Satu yang aku banggakan dari adikku, dia selalu tegar dan tak pernah mengeluh walau keadaannya tak lagi sempurna, dia selalu memberikan semangat untukku, aku terlalu cengeng untuknya, tapi aku berusaha untuk kuat demi dia.
**
Aku bergegas menyiapkan sarapan untuk adiiku, sambil menyiapkan buku-buku kuliahku. Aku dapat kuliah karena dukungan adiku, untuk biayanya aku mengandalkan harta peninggalan ibu dan bekerja paruh waktu demi adikku, untunglah aku merupakan murid yang cukup cerdas, sehingga aku mendapatkan beasiswa, walau tidak sepenuhnya, aku harus membayar biaya kuliah setengahnya. Dengan bekerjalah aku dapat terus melanjutkan kuliah, dan sedikit uang peninggalan ayah dan ibu untuk berobat adikku.
“kakak, pulang kuliah nanti, beliin aku pena dan kertas surat lagi ya” pinta adiku yang menyantap nasi goreng kesukaannya.
“boleh dek, oh ya, kalau kamu kesulitan nulis, sebaiknya kamu ketik pakai computer aja, biar lebih gampang, dan kamu bisa kirimin surat itu lebih cepat” jawab ku.
“gak mau ah kak, aku pengen nulis dengan tanganku, aku pengen kak chika tau kalau aku benar2 mengidolakannya” jawabnya dengan penuh semangat
Semenjak cacat, adikku tak mau sekolah formal, dia memutuskan untuk home schooling, seminggu tiga kali gurunya datang dan mengajarinya. Di sela-sela waktunya, dia selalu menonton acara tv favoritnya, dia juga jadi hobi nonton sinetron, padahal dulu dia adalah kritikus sinetron paling handal di rumah. Saat ibu nonton, dia pasti mencemooh sinetron yang sedang tayang, lebai lah, bertele-tele lah, monoton lah, dan sebagainya. Tapi semenjak dia ada dirumah, televisi menjadi satu-satunya penghiburan baginya. Saat ku tanya kenapa dia jadi suka sinetron, dia menjawab “mengingatkan ku pada ibu, aku selalu merasa ibu ikut menonton bersamaku”, jawaban yang menyayat hatiku.
Karena kebiasaannya itu lah dia mempunyai idola baru dikalangan artis remaja. Dialah sosok yang sedang digemari para remaja. Kalau biasanya adikku ini tak pernah menyukai artis Indonesia, kini dia tergila-gila pada sosok artis cantik, dara kelahiran aceh bernama Cut Meyriska. Dia selalu ingin bertemu dengannya. Karena itulah dia selalu meminta ku membelikannya kertas surat. Dia ingin sekali menulis sebuah surat untuk chika.
**
Aku mengecup kening adikku dan berangkat ke kampus. Adiku melambaikan tangannya dan berpesan “belajar yang rajin ya kak, biar bisa jadi manager”. Ya, aku kuliah di STIE, memilih jurusan bisnis management, berniat untuk meneruskan usaha ayahku. Aku ingin seperti ayahku, menjadi seorang pembisnis sukses. Walaupun awalnya aku ingin menjadi seorang dokter, tapi kecelakaan itu membuatku trauma akan darah. Aku tak kuasa untuk melihat darah, maka aku urungkan niatku menjadi dokter.
“hai je?” gadis putih cantik, dengan kerudung panjangnya menyapaku. Dia adalah nana, sahabatku.
“hai na, pa kabar?” sapaku kembali, setelah memarkirkan motor matik ku.
“Alhamdulillah baik, kamu gimana?terus keadaan sarah?” tanya nana kembali
“Alhamdulillah kami berdua baik, kita ke kelas yuk, bentar lagi masuk” ajakku pada nana.
Namaku Jeje, sama seperti nana akupun memakai kerudung, tapi tak selebar kerudung nana, aku lebih suka berpakaian simple dan casual. Berbeda dengan nana yang selalu memakai baju muslimah, tak pernah sekalipun aku melihatnya memakai celana jeans. Rok panjangnya selalu melekat di tubuhnya, aku suka sekali model pakaian nana, dia selalu terlihat rapih dan pantas. Nama adikku sarah saraswati, kami tinggal di Udayana, Bali, kota wisata tersohor di Indonesia, yang kata orang adalah surga dunia.
“oh ya na, nanti antar aku ke swalayan lagi ya, biasa lah beli kertas surat” pintaku pada nana
“buat sarah?” tanya nana heran, mungkin dia bosan mengantarku ke swalayan, sarah memang selalu menghabiskan kertas surat hanya dalam satu hari
“iya, dia masih rajin nulis” jawabku singkat
“dia masih semangat nulis surat untuk idolanya itu?”tanya nana kembali
“iyalah, aku kasian sama dia, dia kecewa sama tulisannya yang mendadak jelek, gara2 tangan kanannya yang sulit digerakan dia harus bersusah payah menulis, dan berkali-kali dia menulis, tapi tak pernah dia menyerah” balas ku
“kamu harus bangga sama adik kamu itu, aku aja kagum sama dia” jawab nana
“iyalah, siapa lagi yang harus aku banggakan na, dia adiku yang paling ku sayang” jawabku.
**
Sepulang kuliah, aku menepati janjiku pada sarah, aku membelikannya kertas surat. Adikku yang sedang belajar dengan gurunya tersenyum dan bilang terima kasih. Setelah menyiapkan makan siang untuk adiku, akupun kembali pergi untuk bekerja. Kadang aku tak tega selalu membiarkan adiku sendirian, aku selalu pulang larut malam. Saat ku pulang, aku melihatnya tertidur di kursi rodanya, menghadap ke arah pintu masuk, dia selalu menungguku pulang.
Suatu saat aku terenyuh dengan kata-kata adiku, saat aku dan dia akan tidur, kami selalu bercerita. Dia yang menceritakan hari-harinya, dia selalu menceritakan sinetron favoritnya, artis idolanya, pijaran semangat dari matanya terlihat begitu kentara saat dia menceritakan chika, sang idola. Dia bermimpi, suatu saat dia akan bertemu dengan idolanya itu.
Kala itu aku dan adikku berbaring di kasur kami. Setelah lelah menceritakan idolanya dia terdiam, aku kira dia tidur, lalu tak berapa lama kemudian, keluarlah kata-kata yang membuatku tak kuasa menahan air mata.
“kakak” ucapnya lirih
“ya dek,” jawabku
“kalau kakak pergi kuliah atau kerja, kakak harus selalu ingat aku, dimanapun kakak berada kakak harus selalu ingat aku, agar kakak juga ingat pulang” ucapnya, tanpa mengalihkan pandangan dari langit-langit rumah. Aku terdiam, menahan air mata yang ingin menetes, aku tak dapat bersuara, akupun menghela nafas panjang, menenangkan hatiku yang sakit.
“kakak selalu ingat kamu dimanapun kakak berada, dan kakak selalu ingin cepat pulang” jawabku
“jangan sampai kakak gak pulang dan meninggalkanku sendirian, aku gak bisa hidup tanpa kakak, aku gak mau hidup sendiri” jawabnya, kini dia menoleh kearah ku, kulihat butiran air mata jatuh ke pipinya. Aku menyeka air mata itu dengan penuh kelembutan.
“kakak janji, gak akan meninggalkan mu, kakak sayang sama kamu” janjiku padanya, dalam hati aku berdoa “Tuhan, kabulkanlah doa adiku ini, jangan biarkan dia menderita terlalu lama, lindungilah dia selalu, dan berikanlah kebahagiaan padanya, agar dia selalu tersenyum pada dunia”
Kulihat mata adikku terpejam, disaat inilah kulihat malaikat kecil itu tertidur damai, ditemani peri-peri dengan nyanyian nina bobonya, ku elus rambutnya dan ku kecup keningnya.
**
Saat itu, entah yang keberapa kali adiku kembali menulis surat untuk chika. Dia begitu telaten. Tapi ada sesuatu yang aneh, dia terlihat tak bersemangat dan pasrah.
“kamu kenapa dek? Sudah nyerah ya?” tanyaku, sedikit menggodanya
“bukan kakak, tapi aku ngerasa gak enak badan” jawabnya polos, aku suka keterus terangannya.
“ya ampun dek, badan kamu panas, kamu tidur dulu yah, sini kakak bantu” aku memapahnya, sebelumnya aku menyentuh keningnya dan terasa panas, aku mulai panic, tak biasanya dia sakit seperti ini, dan mendadak sekali.
Aku menelpon nana, meminta bantuannya. Dia berjanji akan datang. Aku menyiapkan es batu, mengompres adiku yang panasnya semakin tinggi, matanya terpejam, badannya menggigil.
“dek, kamu makan dulu yah” ucap ku membangunkannya. Sarah bangun dengan lemas, dia melahap makanannya dengan terpaksa mengunyah makanannya dengan pelan, aku menyuapinya perlahan, yang aku salut dari dia, dia tetap menghabiskan makanannya walau dengan rasa pahit.
“kamu mau kakak buatkan bubur?” kataku, kasihan melihat sarah kesusahan menelan nasi yang aku berikan.
“gak usah kak, besok aja bikin buburnya, sekarang aku mau tidur” jawabnya.
“ya udah, kamu tidur yang nyenyak ya” jawabku.
**
Waktu menunjukan pukul 8 malam dan sarah tidur dengan mengigau, berkali-kali dia memanggil-manggil mama, dan panasny tak turun-turun, malah semakin tinggi. Aku khawatir, aku tak mau dia pergi, aku tak mau terjadi sesuatu padanya. Dalam keadaan panic, aku terus mengompres sarah, aku bolak balik ke tempat obat, mencari obat yang cocok. Sarah mengigau semakin kencang, badannya semakin panas. Dalam keadaan panic, aku putuskan menelpon nana, sahabatku. Aku tau ini sudah larut malam, tapi aku butuh teman.
Aku menelpon nana, air mataku tak berhenti melihat sarah kesakitan.
“assalamualaikum,, ada apa je?malam-malam telpon?” tanya nana disebrang sana
“na, sarah sakit, aku gak tau mesti gimana, kamu bisa bantu aku gak?” tanya ku
“kamu tunggu sebentar ya, aku segera ke rumahmu” jawab nana
“terima kasih ya na, maaf merepotkan” balasku
“gak apa-apa, itulah gunanya sahabat kan?? ya sudah aku segera kesana, assalamualaikum” tutup nana.  
“walaikum salam” balasku.
Beberapa menit kemudian, nana tiba dirumahku, dia membawa beberapa obat penurun panas.
“ini, segera berikan sama adikmu, biasanya yang ini manjur” pinta nana.
Aku membangunkan sarah, dan memberinya obat, setelah itu dia tidur kembali.
Sambil menunggui sarah, aku ngobrol dengan nana, nana tau segalanya tentangku, dia ini sahabat sekaligus tetangga yang baik dan perhatian. Keluarganya pun amat baik dan perhatian pada kami.
“je, kita gentian jaga sarah ya, besok pagi kan kita harus ke kampus, sorenya kamu harus kerja, jadi malam ini, kamu gak boleh gadang” ucap nana
“iya na, kalo gitu kamu tidur aja duluan, biar aku menjaga sarah” balasku. Kemudian nana pergi ke kamarku untuk tidur.
Mataku tak pernah bisa terpejam, aku terus menerus memandangi wajah malaikat didepanku ini, sarah yang polos dan ceria, sarah yang lugu, kenapa tuhan harus terus mengujinya, dia sudah cukup menderita karena kecacatannya. Tapi kenapa tuhan mengujinya lagi, apa belum cukup penderitaannya? Air mataku kembali berlinang, aku tak kuat menghadapi cobaan ini, aku tak akan sanggup kehilangan sarah, kalau sarah tiada, mungkin aku akan nekat menyusulnya, kalaupun aku hidup, aku akan hidup dengan kegilaan, aku tak sanggup sendiri.
Pukul satu pagi, nana terbangun, setelah salat tahajud, dia menyuruhku tidur dan dia yang menjaga sarah. Aku menurutinya, mataku pun sudah mulai mengantuk. Tapi aku tak mau tidur di kamarku, aku tak mau berpisah dengan sarah. Akupun mencoba tidur di sofa yang ada di kamar sarah. Alunan suara nana yang membacakan Alqur’an, membuatku semakin terhanyut dalam kesedihan, walaupun hatiku merasa nyaman, tapi tetap saja, air mata ini tak dapat dibendung, alunannya begitu menyayat hati.
Akupun bangkit dari sofa dan mencoba tidur di kamar tidurku, tapi aku tetap saja tak dapat memejamkan mataku, malah aku semakin resah. Akupun kembali ke kamar sarah, lalu menceritakan kegundahanku, nana tersenyum manis, lalu dia duduk disampingku, menyuruhku tidur di pangkuannya. Aku meletakan kepalaku dip aha nana, dia mengelus rambutku dengan lembut. Kelembutan seorang sahabat yang kurasakan  bagai seorang kakak, ketulusan seorang saudara yang kurasakan bagai seorang ibu, aku beruntung punya sahabat sebaik dia. Dia melantunkan Asmaul husna yang begitu indah, mengalun bagai nyanyian nina bobo yang membuatku terpejam.
Entah jam berapa aku tertidur, yang pasti aku terkejut karena dibangunkan nana untuk salat subuh. Sarahpun telah bangun dan memakai mukenanya.
“kamu udah baikan dek?” tanya ku
“udah kak, berkat perawatan kakak” jawabnya
“syukurlah, kalo gitu kakak ambil wudhu dulu ya” jawabku.
**
Aku sedikit lega meninggalkan sarah yang mulai membaik, walaupun wajahnya masih terlihat pucat. Aku dan nana pergi kuliah. Sepulang kuliah, aku kembali bekerja dan meminta nana untuk menemani adikku selama aku kerja. Untunglah nana tak keberatan.
Di tempat kerja, hatiku tidak tenang, aku tetap resah dan kepikiran sarah. Aku mencoba menenangkan diri dengan mengambil air wudhu, lalu aku mengambil air minum, rasanya dada dan tenggorokanku ini panas. Aku terkejut saat gelas yang berisi air putih yang ku bawa terjatuh tanpa sebab, hatiku semakin resah dan fikiranku tertuju pada sarah. Dalam hitungan detik, nana menelponku, aku semakin bimbang.
“ada apa na?” tanyaku khawatir, tanpa mengucapkan salam
“je, kamu cepat pulang, adikmu sakit lagi dan ini parah” jawab nana terdengar amat panic
“iya na, aku segera pulang” jawabku, aku bergegas membereskan pekerjaanku dan meminta ijin pada bos untuk pulang.
Di jalan, aku kembali dikejutkan dengan dering handphoneku, aku terkejut bukan karena deringnya tapi karena panggilan itu dari nana, dan aku yakin nana pasti punya kabar buruk, aku cepat-cepat mengankat telponnya.
“je, kamu gak usah ke rumah, kamu langsung kerumah sakit Bali medica ya.. “ ucap nana, tanpa mengucapkan salam
“baik na, tolong jaga adikku yah” jawabku.
**
Aku tiba di rumah sakit dengan cepat, aku bergegas ke ruang UGD, disana terlihat nana sedang mondar mandir, terlihat panic. Ada juga mama nana yang duduk sambil berdoa, aku cepat-cepat menghampiri nana. Dia langsung menghambur memelukku erat, sambil berkali-kali meminta maaf.
“ada apa na?” tanyaku bingung.
“maafin aku, gak bisa jaga adikmu dengan baik” ucapnya sambil berlinang air mata
“sebenarnya ada apa sih na?” tanya ku penasaran dan cemas
“aku gak tau kenapa, waktu itu sarah memintaku mengantarkannya ke kamar mandi, badan sarah panas lagi, aku kira tak usah menelponmu dulu, karena hanya panas biasa, tapi setelah di kamar mandi, sarah muntah-muntah” jelas nana
“itu bukan salah kamu na, dia kan memang lagi sakit” jawabku
“masalahnya, sarah muntah darah, aku panic, aku secepatnya menelpon mamah, saat aku nelpon mama, sarah jatuh dan pingsan, dia gak bisa dibangunin, akhirnya aku dan mama membawanya kesini, dan dokter langsung membawanya ke UGD” jelas nana lagi
“gak apa na, itu semua bukan salah kamu, aku malah terima kasih banget sama kamu, kamu dah rela jagain adik aku” jawabku,seraya menghapus air mata nana.
Dalam hati, aku amat menyesal meninggalkan sarah, tapi aku tak bisa marah pada nana, ini semua bukan salahnya, mungkin seandainya hari ini pun aku dirumah, sarah akan tetap masuk ruang UGD, ini semua sudah takdir tuhan, aku tak dapat mengubahnya. Aku memeluk nana erat, untuk sekedar menenangkannya dan menenangkanku juga.
Tak beberapa lama, dokter keluar, aku bergegas menghampirinya dan menanyakan keadaan adikku. Dokter bilang, sarah menderita infeksi paru-paru, aku terkejut mendengarnya, selama ini, aku rasa aku telah memberikan makanan yang sehat untuk sarah, dan sarah selalu terlihat sehat. Untunglah sarah segera dibawa kerumah sakit, sehingga dokter dapat menanganinya, sayangnya sarah koma dan dokter menyarankan untuk rawat inap. Aku pun menyetujuinya, apapun untuk sarah, akan aku lakukan. Dan mulai hari itu, aku dan sarah menginap di rumah sakit.
**
Hari kedua di rumah sakit, sarah masih tetap tak ada perkembangan, aku terus merawatnya, aku sengaja tidak masuk kuliah dan cuti kerja untuk sementara, nana selalu datang membawa makanan untukku, dia masih terus merasa bersalah, walaupun berkali-kali aku katakana itu bukan salahnya. Aku mengerti bagaimana perasaannya.
Tidak seperti biasanya, nana datang kerumah sakit dengan begitu gembira, aku melihat senyum bahagia mengembang di bibirnya. Aku pun heran, apa nana punya kabar yang begitu hebat sehingga dia tak melepaskan senyum lebarnya?.
“na? kenapa?seneng banget” tanyaku penasaran
“jeeee, kamu harus tau, kamu harus baca ini” jawab nana, sambil memperlihatkan handphonenya.
“apa ini?” tanya ku bingung.
“je, chika mau ke bali” ucap nana girang.
“chika?” tanya ku masih bingung
“iya chika? Cut meyriska? Itu loh idolanya sarah” jelas nana, menekankan setia kata yang dia ucapkan
“oh, tau dari mana?” tanyaku polos
“lah, ini, nih lihat” nana kembali menyodorkan hapenya ke mukaku. Aku melihat aplikasi twitter di atasnya, lalu nama @cutmeyriska (Cut Ratu Meyriska)
@cutmeyriska Prepare to bali tomorrow,,, shooting ftv for one week,,, baliiii I’m coming J
“ini twitternya?” tanyaku
“iya,, itu artinya besok dia kebali, ini kesempatan buat kamu nemuin dia je, demi sarah” jawab nana semangat
“iya na, besok aku akan ke bandara, aku akan temuin chika, setidaknya walaupun dia tidak mau nemuin sarah, aku bisa foto bareng dia, untuk bukti ke sarah, dan minta tanda tangan dia untuk sarah, semoga sarah cepat sadar ya na” jawabku tak kalah semangat dari nana.
Aku dan nana berpelukan dalam kebahagiaan yang tak tau apakah akan bertahan. Kabar kedatangan chika ke bali, menyuntikan semangat baru untukku, dan mudah-mudahan semangat hidup untuk sarah. Aku memandangi sarah yang masih terpejam, berharap ada gerakan kecil dari tubuhnya, pertanda dia mendengarkan pembicaraan kami, tapi nihil, sarah tetap tak bergeming. Aku membungkuk, mencium keningnya.
“kakak akan temui chika dek, semuanya untuk kamu, kakak akan temui chika” ucapku di telinga sarah, nana mengelus-elus bahuku.
**
Jam 6 pagi, aku sudah berankat ke Bandara Ngurah Rai, aku sampai di bandara sekitar jam setengah tujuh. Memang terlalu pagi, tapi aku tak mau sampai ketinggalan chika, aku tak mau kesempatan yang hanya sekali ini terlewatkan. Aku duduk menunggu kedatangan para penumpang dari Jakarta. Aku bertanya pada satpam tentang pesawat yang dari Jakarta, satpam menyuruhku untuk melihat di jadwal kedatangan. Aku menurutinya, dan di sana tertulis pesawat dari Jakarta akan tiba pukul 9 pagi. Aku pun bergegas keluar untuk mencari sarapan. Jam 8 aku kembali ke bandara. suara yang aku tak tau dari mana asalnya mengumumkan kalau pesawat dari Jakarta akan tiba sesaat lagi. Jujur aku terkesima dengan bandara international ini, sebelumnya aku belum pernah ke Bandara, aku benar-benar asing dengan tempat ini.
Satu persatu penumpang dari Jakarta keluar, orang-orang yang sengaja menjemput mereka, melambaikan tangan kea rah orang yang mereka kenal, ada pula yang memakai papan nama, seperti yang pernah aku lihat di tv tv. Yang aku heran adalah kerumunan ABG di depan pintu, satpam dan beberapa orang menghalangi mereka yang begitu histeris dan tak sabar ingin masuk, seakan mereka ingin menemui orang penting. Teriakan mereka semakin histeris, kala seorang gadis cantik, tinggi semampai, memakai kacamata dan jaket hitam, kulit wajahnya terlihat putih, dia keluar di temani seorang ibu yang tak kalah cantiknya. Gadis itu, orang yang amat aku kenal, tak salah lagi, dia adalah chika.
Para ABG itu memanggil-manggil nama chika, sepertinya chika telah salah mengekpose keberangkatannya ke bali di twitter, itu hanya membuat para penggemarnya menunggunya disana dan merepotkannya. Aku bergegas menyelinap ke dalam kerumunan itu, berharap dapat langsung bertemu chika, surat yang belum selesai ditulis oleh sarah aku genggam terus, aku berniat memberikan itu pada chika.
Chika melambaikan tangannya, sepertinya itu adalah keahliannya, dia seakan terbiasa dengan itu semua, dia menyalami fans-fansnya yang histeris. Tapi sayang dia diburu-buru oleh orang-orang disekitarnya, aku kira mereka adalah tim management chika, atau bodyguardnya. Aku terus berteriak memanggil namanya, teriakanku terlalu kecil dibandingkan teriakan-teriakan para fanatic itu. Mereka berebut menyalami chika, aku kasihan pada chika, tapi aku tak mau kalah, demi sarah aku harus menyampaikan surat ini.
“CHIKAA AKU MOHON, ADIKKU DIRUMAH SAKIT, DIA FANS BANGET SAMA KAMU, TERIMA SURAT INI” teriakku, sambil terus melambaikan surat itu. Tak ada respon dari chika, dia terus berlalu sambil melambaikan tangan, dengan senyum yang dipaksakan.
Aku tak mau kalah, aku mengejarnya, seseorang dengan pakaian hitam mencegahku. Aku berlinang air mata, memohon padanya untuk bertemu chika sebentar, hanya untuk menyampaikan surat ini. Permohonanku diacuhkan begitu saja, aku sakit hati, aku tak akan memaafkan orang itu. Aku memberontak dari dia, dan berhasil melepaskan diri. Aku kembali mengejar chika dan memanggil-manggil namanya. Aku yakin chika mendengarku, jarakku dengannya tak begitu jauh, tapi kenapa dia seakan tak dengar, mamanya menoleh sebentar, lalu tersenyum, tapi dia juga sama, mengacuhkan ku. Aku benar-benar sakit hati. Ingin sekali melepaskan sepatuku lalu melemparkan pada mereka. Aku ingin mengatakan seberapa hebatnya dia dimata adikku, dan aku ingin mengatakan pandangan adikku terhadapnya itu salah. Dia bukan orang yang ramah dan hebat seperti yang sarah fikir selama ini. Dia sama saja seperti artis lain, sombong dan gila akan popularitas.
Aku kembali mengejar chika, mengesampingkan rasa kesalku padanya, hanya demi sarah. Dia tetap melenggang pergi, tanpa menolehku yang kehabisan suara meneriakkan namanya, aku telah mengatakan saraha sedang sakit,,tapi dia tetap tak peduli, dia naik ke dalam mobil dan melaju pergi, tanpa sedikit pun peduli. Aku benar-benar membencinya.
**
Aku kembali ke rumah sakit dengan tangan kosong, perasaan kesal dan benci. Dongkol dalam hati tak bisa kuhilangkan, untuk apa pagi-pagi sekali aku datang ke bandara, kalau hanya akan membuat adikku kecewa.
Nana sedang menjaga adikku, aku memperlihatkan tampang kesalku. Nana begitu heran, senyum yang tadinya mengembangpun pudar.
“kenapa?gak berhasil ketemu chika?” tanya nana padaku
“aku berhasil melihatnya, aku berhasil mengejarnya dan meneriakan namanya dengan kencang” jawabku kesal, penuh dengan kekecewaan
“loh, terus kenapa?kamu gak berhasil menemuinya?” tanya nana penasaran
“gak mungkin na, bodyguardnya aja super galak, dia gak menoleh sedikitpun padaku, padahal aku berteriak memanggil namanya, dan menyebutkan sarah yang sedang sakit. Dia tetap tak peduli” jawabku marah
“mungkin dia buru-buru, atau dia sengaja menghindar, kan banyak fans yang sengaja datang ke sana.” Jelas nana,
“mau apapun alasannya, aku gak peduli, aku dah gak mau denger lagi namanya, dan ini” aku mengacungkan surat yang dari tadi aku genggam, “ini tak ada gunanya lagi” lanjutku.
“tapi je, aku yakin chika gak seperti itu, dia bukan gak peduli sama fans, dia hanya..”
“udahlah na, aku bilang aku gak mau denger alasan apapun tentang dia” ucapku, memotong pembicaraan nana, kemudian aku meremas surat yang belum selesai ditulis itu dan melemparkannya ke lantai. Aku tahu, seandainya sarah melihat, dia akan amat murka padaku, tapi apa gunanya sarah mengharapkan sesuatu yang tak akan pernah mungkin dia gapai. Bertemu chika, merupakan suatu mimpi yang tak mungkin terjadi, aku yakin sarah akan sangat kecewa.
Aku kembali memperhatikan sarah, kasihan dia, dia tak seharusnya tahu tentang ini. Nana berpamitan padaku, dia telah lama menunggui sarah, aku mengijinkannya pulang dan tak lupa mengucapkan terima kasih padanya, kulihat dia memungut surat yang telah berbentuk bola itu.
**
Seminggu sudah sarah koma, dia belum juga sadarkan diri. Aku menyalakan tv, tak sengaja aku melihat infotaiment yang sedang menayangkan liputan chika yang berbelanja di bali di sela kesibukan shootingnya, aku buru-buru mematikan kembli tv itu.
Nana masuk, membawa sebuah boneka panda untuk sarah dan makanan untukku. Dia tersenyum manis padaku.
“kamu gak usah repot-repot seperti ini na” ucapku.
“aku gak repot kok, aku senang bisa melakukan ini semua untuk sahabatku” jawab nana, selalu membuatku merasa berarti.
“makasih ya, kamu begitu baik padaku” balasku.
“sama-sama, kita kan sodara” jawabnya.
Aku memakan makanan yang dibawa nana, dia memasaknya sendiri, aku selalu kagum sama dia, selain cerdas, dia juga pintar masak. Masakannya selalu saja enak.
“je, kamu gak akan nemuin chika lagi?” tanya nana padaku, membuatku tersedak
“aku baru aja melihatnya di tv, aku benci tampang polosnya yang pura-pura gak tau apa-apa, dia senang-senang belanja, menghabiskan uangnya, sementara seorang fans setianya terkapar disini” ucapku penuh kekesalan, sambil melirik sarah
“iya aku tau, tapi mudah-mudahan apa yang kamu fikirkan tentang chika selama ini salah” jawab nana
“lagi pula hari ini dia kan pulang” balasku.
“iya juga ya” jawab nana lagi
**
Keesokan harinya, tak ada tanda-tanda sarah akan siuman. Seperti biasa, aku mengelap wajahnya dengan lap basah, dan menyisir rambutnya. Tiba-tiba, matanya bergerak, lalu mengerjap dan membuka, sarah melirikku dan tersenyum.
“sarah??kamu bangun dek?syukurlah” ucapku penuh syukur, tak terasa air mataku menetes
“kakak, aku pengen pulang” jawab sarah dengan lemas
“pulang?” tanyaku, meyakinkan. Sarah mengannguk.. “tapi gak bisa dek, kamu harus diperiksa dokter dulu dan kita tanya apa pendapatnya” jawabku
“tapi aku pengen pulang sekarang juga kakak, aku gak mau disini, aku pengen pulang” rengek sarah, tak seperti biasanya dia seperti ini, dia tak pernah manja, mengeluh bahkan merengek. Tapi kali ini, dia merengek, sampai menangis.
“cup..cup..cup..udah dong dek, iya kita pulang, tapi kamu harus diperiksa dulu” bujukku, aku tak kuasa menolak keinginan adikku ini.
Aku memanggil dokter dan memintanya memeriksa sarah. Dokter mengatakan sarah sudah membaik tapi tak dapat pulang dulu, karena dia masih lemas dan harus menjalani beberapa pemeriksaan lagi. Tapi sarah tak bisa dicegah, dia terus merengek minta pulang. Nana dan aku berusaha membujuknya, sarah malah semakin parah menangisnya. Aku dan nana tak tega, akhirnya aku dan nana membawanya pulang.
**
Di sepanjang jalan, sarah menyuruh nana untuk mempercepat laju mobilnya, anehnya hari itu nana sengaja membawa mobil, padahal dia biasanya memakai motornya. Nana berusaha menenangkan sarah, dia bilang akan cepat sampai kalau sarah tidur saja, tapi sarah tak mau tidur, dia terus menerus ingin sampai rumah.
Akhirnya kami sampai dirumah, sarah amat senang. Aku mengeluarkan kursi rodanya dari bagasi lalu membopong sarah menduduki kursi rodanya. Aku, sarah dan nana menuju rumah, dengan tiba-tiba aku menghentikan langkahku dan menghentikan kursi roda sarah juga. kami bertiga berdiri mematung, melihat dua orang gadis duduk di teras rumah kami. Aku mengenal salah satu dari gadis itu, walaupun kami melihat mereka dari samping. Kami melanjutkan langkah kami dan dengan takut-takut kami menyapa mereka, kedua gadis itu menoleh dan langsung berdiri. Mereka berdua memperlihatkan senyum manisnya.
“kak CHIKAAAAAAAAA” keheningan diantara kami dikagetkan oleh teriakan sarah. Dia mencoba melajukan kursi rodaya sendiri, chika menghampirinya lalu membungkuk.
“halo sarah??my little angel” ucap chika lalu memeluk sarah begitu erat, sarah begitu senang dan balas memeluk chika dengan erat, seakan tak ingin lepas dari chika.
                Aku melihat ketulusan dari hati chika, dia memeluk sarah sambil terpejam, seakan merasakan kehangatan dan cinta kasih yang dipancarkan oleh sarah, dan dia ingin membalas cinta itu. Aku tak tahu harus berkata apa pada chika, apakah aku harus menyampaikan rasa kesalku dan mencaci maki dia, seperti ke inginanku saat melihat punggungnya yang menjauhiku waktu di bandara? ataukah aku harus minta maaf dan mengakui kebodohanku?aku bingung chika bisa sampai disini.
                “hai, selamat datang, kok kalian bisa sampai disini?” keheningan kedua dipecahkan oleh sapaan nana, kini aku tahu kenapa chika bisa ada disini, semua karena nana.
                “halo na, apa kabar?” sapa teman chika
                “Alhamdulillah baik, aku kira kamu gak akan menyampaikan pesanku pada chika” balas nana
                “jadi kak nana nemuin chika?” timbrung sarah dengan sumringah
                “hanya melanjutkan tugas kakakmu dek, kan kak jeje yang sebenarnya berjuang menemui chika, tapi gak berhasil” sindir nana
                “iya, maafin aku ya je, semoga kamu bisa memaafkan kesalahan aku waktu itu, aku benar-benar menyesal, waktu itu aku ingin sekali melayani kalian semua, tapi apa mau dikata, managerku menyruhku buru-buru dan mencuekan kalian, dia bahkan melarangku menoleh, waktu itu aku ingin lari ke arahmu dan membawamu ke mobil aku, biar kita bisa cerita” jelas chika
                “gak apa-apa kok, aku ngerti” jawabku, masih dalam keadaan shock
                “kamu pasti marah kan?benci, dan kesal” ucap chika
                “iya sih, tapi ternyata aku cuman salah paham” balasku
                “aduuhhh, udah dong, kenapa kalian jadi maaf-maafan sih, kaya lebaran aja, ayo dong masuk,,kakak buka pintunya” ucap sarah
                “iya nih, eh kalian belum kenalan loh” tambah nana
                “oh iya, aku chika, ini asisten aku namanya Fhea” chika mengulurkan tangannya ke arahku.
                “kamu gak usah ngenalin diri juga dah terkenal, aku jeje, kakaknya sarah, hai fhea, salam kenal” balasku, menerima uluran tangan chika, lalu menyalami fhea
                “salam kenal juga je, halo sarah salam kenal” sapa fhea pada sarah.
                “hai kakak, kalo sama kak nana gak usah kenalan ya?” tanya sarah
                “enggak dong sarah, kan kita dah kenalan di lokasi shooting” jawab chika
                “jadi kak nana, sengaja ke lokasi shoting?ngapain?” tanya sarah lagi
                “ceritanya panjang dek, nanti aja ya didalam kita ceritain” jawab nana
                “ya udah, ayuk masuk” ajakku, mempersilahkan mereka masuk duluan, chika mendorong kursi roda sarah.
                Di rumah kami ngobrol panjang lebar, sarah memperlihatkan koleksi foto-foto chika yang dia buat sendiri albumnya, lalu dia menceritakan semua hal pada chika, chikapun menceritakan kehidupannya pada kami, masa-masa kecilnya sampai dia bisa menjadi seorang artis, dia juga memperlihatkan surat yang dibawa nana, surat yang masih belum selesai dengan tulisan yang acak-acakan. Sarah malu akan surat itu, tapi chika begitu bangga, sampai-sampai dia melipatnya dan memasukannya kedalam dompetnya, agar selalu dia bawa kemanapun dia pergi.
                Nana menceritakan bagaimana dia bisa bertemu chika, sampai akhirnya chika kesini. Ternyata nana sengaja ke lokasi shooting di Puri Raharja, tidak jauh dari tempat tinggalku. Dia menunggu chika sampai break, chika begitu sulit ditemui, karena sewaktu break, dia melayani fans yang meminta foto bareng atau hanya sekedar meminta tanda tangan. Nana berkali-kali menemui chika, untunglah chika mau menemuinya, tapi nana gak bisa panjang lebar ngobrol dengan chika, nana hanya menceritakan bahwa adiknya sedang sakit dirumah sakit, dan dia amat menyukai chika, chika hanya bilang akan turut mendoakan sarah, lalu dia kembali shooting. Tiba-tiba seorang gadis menemui nana, dia bilang disuruh oleh chika, dan dia memperkenalkan diri sebagai asistennya. Nana menceritakan soal sarah pada fhea, dia amat menyimak cerita nana, lalu nana menitipkan surat sarah yang telah kumal, karena aku remas dan genggam seharian. Awalnya fhea tersenyum, mengira nana mengejeknya, lalu nana bilang, itu surat yang tak sempat diselesaikan sarah, karena dia harus masuk UGD dan sampai saat itu masih koma, lalu fhea terdiam dan berjanji akan menyampaikan langsung pada chika.
                Chika berterima kasih pada nana telah mempertemukannya dengan sarah. Dia begitu akrab dengan sarah, dia begitu memajakan sarah, seakan sarah adalah adiknya sendiri, sarahpun begitu mengagumi chika, seakan dia lupa bahwa kakaknya adalah aku bukan chika. Aku sedikit iri pada chika, saat dia dan sarah saling bercengkrama, dia bisa membuat sarah tertawa lepas.
                Inilah takdir tuhan, aku sempat kecewa, marah dan benci pada chika, tapi ternyata semua telah direncanakan Tuhan, memang rencana Tuhan itu lebih indah dari rencana umatnya. Aku tak menyesal telah ke bandara dan mengejar-ngejar chika, aku sekarang menjadi fans beratnya, sama seperti sarah.
                “oh ya je, boleh kan aku menginap disini?” tanya chika, membuatku terkejut
                “nginap?” tanyaku, tak yakin akan ucapan chika
                “iya kakak, nginap, kak chika kan mau liburan sama aku selama seminggu” jelas sarah
                “liburan disini?bukannya kamu hari ini harus sudah pulang?” tanya ku
                “gini je, aku tahu harusnya aku sudah pulang, tapi aku ingin berlibur seminggu lagi disini, kemarin kan aku ke sini untuk shooting, nah sekarang aku disini ingin berlibur, kamu tenang aja, semua udah diatur sama mama. Beliau yang meminta ijin pada management aku, kalau kamu keberatan aku nginap disini, aku bisa nginap di hotel kok, tapi kamu gak keberatan kan, aku main kesini tiap hari dan mengajak sarah jalan-jalan?” jelasnya. Membuat sarah girang, tapi membuatku bengong tak percaya.
                “emmhh.. “ aku tergagap, tak tahu harus bicara apa, jujur aku senang dia bisa menginap disini
                “boleh kok kak, kakak gak usah nunggu jawaban kak jeje, disini aku yang berkuasa, dan aku perintahkan kakak menginap selama seminggu disini” jawab sarah
                “wah, nanti kak jeje kerepotan lagi dan kapok dikunjungi kakak” balas chika
                “lo bayar aja chik, anggap ini hotel” timbrung fhea
                “jangan! Aku senang kok kamu bisa nginap disini, sehari, seminggu, sebulan, bahkan setahun” ucapku
                “thanks jeje, aku pasti betah” jawab chika.
                “yeeeeeee,,, kak chika tidur sama aku ya” seru sarah, dibalas anggukan oleh chika
                “je, aku mau jalan-jalan sama sarah dulu ya, boleh kan?” tanya chika
                “boleh kok” jawabku.
**
                Aku memandangi dua orang yang sedang asik bermain di tepi pantai, adikku sarah, duduk dikursi rodanya sambil meniupkan gelembung sabun, chika berlari-lari disekitarnya, menari di balik gelembung-gelembung sabun itu.
                Kala itu senja, matahari sedang menurun, meredup dan seakan bersembunyi di bawah laut, chika duduk berselonjor di samping kursi roda sarah, lalu dia menopang sarah untuk turun dari kursi rodanya dan duduk serta bersamanya diatas pasir putih. Mereka terlihat menikmati kebersamaan yang belum pernah mereka rasakan. Sarah amat bahagia, dia tak pernah sebahagia itu sebelumnya.
                Nana mengagetkanku, dia menyodorkan secangkir teh hangat, wangi the disenja hari membuat fikiranku tenang. Kami berdua memandangi dua sahabat yang baru saja dipertemukan.
**
                Chika sedang berada di depan wartawan yang mewawancarainya, mereka bertanya soal gossip yang menyebutkan bahwa chika bersembunyi, kabur dan sebagainya. Chika hanya tersenyum, disampingnya mama chika menjelaskan bahwa gossip yang beredar tidak benar, chika hanya berlibur.
                “lalu kamu ngapain aja selama liburan?” tanya salah satu wartawan
                “aku belajar” jawab chika singkat
                “belajar apa?” tanya wartawan itu
                “belajar tentang kehidupan, belajar suatu penyampaian rasa kasih sayang yang tak kan pernah kita temui di pendidikan formal atau informal, belajar tentang cara mengasihi dan menerima perbedaan, belajar menjalin silaturahmi dan menerima sahabat baru yang akan menjadi sahabat lamanya” jawab chika
                “kamu mempunyai teman baru?” tanya wartawan itu lagi
                “aku punya kakak dan adik baru, dan aku belajar tentang makna kehidupan dari mereka, dan belajar menjadi rakyat biasa bukan seorang public figure seperti sekarang” jawab chika
                “kamu menikmatinya?” lagi-lagi wartawan itu bertanya
                “amat sangat menikmati, pelajaran yang akan selalu melekat dalam hatiku, gak akan pernah aku lupain seumur hidupku, gak akan aku buat sebagai kenangan, tapi akan aku jadikan sebagai tuntunan hidupku” jawab chika lagi.
Wartawan terus memberendelnya dengan berbagai macam opini dan pertanyaan. Chika hanya tersenyum dan mengucapkan terima kasih, lalu memandang kamera, seakan mengisyaratkan bahwa dia memandang kami yang sedang menontonnya.
                Aku merangkul sarah, kami berdua tersenyum, satu hal yang tidak mereka tahu dari chika, telah kami ketahui. Pelajaran kehidupan yang dimaksud chika juga pelajaran kehidupan bagi kami.
                “kakak?” ucap sarah
                “ya?” balasku
                “kakak gak menyesal kan ketemu kak chika?” tanya sarah
                “tidak sama sekali, kakak bangga bisa bertemu dengannya” jawabku
                “aku semakin sayang sama kakak” balas sarah. Lalu dia menyerahkan selembar kertas kecil, lalu beranjak pergi dengan kursi rodanya.
                Aku membuka lipatan kertas itu, lalu tetes air mata tak kuasa kubendung saat membaca tulisan sarah yang begitu rapi.
                Kakaku sayang, kupersembahkan surat kecil ini untuk kakak, aku tahu kakak cemburu sama kak chika karena aku begitu bersusah payah menulis surat untuknya, hingga menghabiskan berlembar-lebar kertas.
                Ketahuilah wahai kakaku yang cantik, aku menulis surat itu sesungguhnya aku sedang belajar menulis kata-kata indah yang akan aku ucapkan pada kakak, dan melatih tulisanku agar rapih, sehingga aku akan mempersembahkan surat yang bertuliskan tanganku dengan baik.
                Biarlah kak chika mendapatkan surat kumal dengan tulisan acak-acakan, tapi jagan sampai kakaku tak mendapatkan hal istimewa dariku.
                Bagaimana kakak? Tulisanku bagus kan? J
                Adik kecilmu yang nakal

                Sarah saraswati.
Aku menutup surat itu dan tersenyum bangga

1 komentar:

  1. special untuk jeje, sarah dan Nana yang amat menyayangi idolanya itu.... :P

    BalasHapus